Ahad, 18 September 2011

Teknologi ketenteraan zaman khalifah yang hebat

 
 Semasa awal pemerintahan Islam, jihad sebagai kaedah dasar penyebaran dakwah Islam telah menjadi bahagian penting dari usaha membangun kekuatan Daulah Islam. 
 
Jihad adalah perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Oleh sebab itu diperlukan persiapan baik logistik, formasi perang, strategi, komandan dan pasukan tentera serta persenjataan. Persenjataan memerlukan adanya industri.
Kewajiban ini difahami menurut dalâlah iltizâm atau kaidah mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib hukumya). Jadi, membina industri ketenteraan/perang wajib hukumnya berdasarkan mafhum dari dalil tersebut.
Manjaniq (Swing-beam)
Manjaniq pertama kali digunakan oleh kaum Muslim pada peristiwa pengepungan Bani Thaif. Adalah Salman Al-Farisi -seorang Parsi yang masuk Islam di masa Rasulullah Saw- orang pertama yang memperkenalkan senjata ini atas perintah Nabi Saw.
 
Manjaniq merupakan mesin balok pengayun yang dioperasikan oleh orang-orang yang menarik tali pada satu sisi balok sehingga hujung yang lain akan berayun sangat kuat dan menembakkan peluru dari tali yang melekat pada hujungnya.[1]

Manjaniq sebenarnya telah dikenali sebelum masa penaklukan Islam. 
 
Bangsa Avar pernah menggunakannya semasa penyerbuan Thessalonica di tahun 597 M. Malah mesin pelontar ini dipercayai dicipta pertama kali oleh China antara abad ke-5 dan ke-3 SM, dan sampai ke Eropah sekitar 500 M[2]. 
 
Lalu pada masa pemerintahan Islam, Salman mengusulkannya kepada Nabi Saw sebagai senjata perang, seperti yang diriwayatkan dalam Sirah al-Halabiyah.

“Hingga pada hari pecahnya dinding benteng Thaif,” demikian Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam kitab Sirah-nya, “Sekumpulan sahabat Rasulullah Saw masuk ke dalam bawah dababah[3], lalu mereka berusaha masuk ke dalam dinding benteng Thaif agar mereka boleh membakar pintu benteng. Bani Tsaqif lalu melemparkan potongan-potongan besi yag telah dipanaskan dengan api sehingga membakar dababah yang ada dibawahnya, kemudian Bani Tsaqif melempar mereka dengan anak panah sehingga beberapa orang gugur.” [4]

Atas cadangan Salman ini, Nabi Saw terus mengangkatnya sebagai mudir[5] untuk mengelola industri ketenteraan dan memproduksi manjaniq untuk memperkukuh kekuatan pasukan artileri yang dipersiapkan untuk terjun ke medan tempur.

Pedang Damaskus (Sword of Damascus)
Dihiasi dengan ornamen garis bergelombang, lentur, ringan, dan mampu menembus baju zirah, menjadikan pedang damaskus salah satu senjata perang paling bersejarah.
 
Pedang ini diperkenalkan di Damaskus pada abad ke-12 M.[6] Eropah lalu cuba menghasilkan yang serupa dengannya, namun hingga masa ini masih belum mampu meniru 100%. Malah dengan teknologi metalurgi sekalipun belum dapat membuat tandingan yang memiliki ketajaman yang sama dengan Pedang Damaskus ini.

Pedang yang pernah membuat gentar Pasukan Salib ini, memiliki semacam lapisan kaca di permukaannya. Sutra akan terbelah bila jatuh di atasnya. Pedang lain pun akan menemui nasib yang sama jika beradu dengannya. Tidak ada yang menyangka, bahwa ilmuwan Muslim telah menerapkan teknologi nano sejak seribu tahun yang lalu.
Selama ratusan tahun, tidak ada yang mengthui rahasia kehebatan pedang tanpa tanding ini. Adalah John D. Verhoeven -seorang profesor metalurgi modern dari Iowa State University- yang berkolaborasi dengan Alfred H. Pendray, seorang tukang besi dari Florida, yang telah mencoba membuat pedang ini selama bertahun-tahun. Dari penerapan nanoteknologi bahan impurities (non-besi dan non-carbon) dalam adonan baja yang membentuk pola mirip aliran air yang dikenal dengan Multi Walled Carbon Nano Tube[7], barulah diketahui rahasia di balik kehebatan pedang damaskus ini.
Teknologi Pembuatan Mesiu (Gunpowder)
Tidak hanya mumpuni dalam seni membuat pedang, kaum Muslim juga mampu mengembangkan teknologi pembuatan mesiu. Walaupun senyatanya bubuk mesiu pertama kali ditemukan di Cina yang digunakan sebagai alat pembakaran pada abad 9 M, dua abad sebelumnya seorang ahli kimia Muslim Khalid bin yazzid telah mengenal lebih dulu potassium nitrat (KNO3), bahan utama pembuat mesiu.[8]

Eropa baru mengenal mesiu setelah dibawa oleh pasukan Mongol pada tahun 1240 M.[9] Dan selanjutnya dikembangkan menjadi bahan peledak, misalnya untuk mendorong peluru, kemudian seabad setelahnya disempurnakan menjadi senjata api.

Jauh sebelum Eropa mengembangkan teknologi pembuatan mesiu, ilmuwan-ilmuwan Muslim telah lebih dulu mencobanya. Banyak ilmuwan Mulim yang menguasai teknik pemurnian potassium, sebuah teknik yang tak diketahui oleh orang-orang Cina. Jabir Ibnu Hayyan (wafat tahun 815 M), Abu Bakar Al-Razi (wafat tahun 932), dan Hasan Al-Rammah adalah ilmuwan-ilmuwan Muslim yang telah menguasai teknik ini dan telah dijelaskan di dalam karya-karya mereka. Teknik pemurnian ini dilakukan agar potassium bisa digunakan sebagai bahan peledak.
Pemurnian potassium ini pernah diklaim Barat sebagai temuan Roger Bacon. Namun klaim ini dipatahkan sendiri oleh ilmuwan Barat lainnya yaitu Partington. Hasan Al-Rammah telah menjelaskan proses ini secara rinci di dalam karyanya Al-Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah. Penguasaan Al-Rammah atas penggunaan bubuk mesiu sangat luar biasa. Ia telah berhasil menulis sebanyak 107 rumus atau resep penggunaan mesiu. 22 resep di antaranya diracik khusus untuk membuat roket.

Saat Perang Salib meletus tahun 1249 M, Raja louis IX dan para pasukannya pernah merasakan kehebatan moncong meriam dan roket kaum Muslim. Betapa hebatnya dampak proyektil yang ditembakkan pasukan Muslim, membuat Raja Louis IX kewalahan dan akhirnya takluk. Peristiwa itu diakui sendiri oleh Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara Perang Salib.

The Mohammed’s Greats Gun
Inilah salah satu senjata paling fenomenal yang digunakan dalam perang paling menakjubkan sepanjang sejarah. The Mohammed’s Greats Gun, itulah sebutan senjata yang dibuat pada tahun 1942 ini . Meriam ini dibuat sebagai jawaban atas keinginan Muhammad al-Fatih untuk menjebol benteng pertahanan Kostantinopel.
“Aku dapat membuat meriam tembaga dengan kapasitas seperti yang Anda inginkan,” kata Orban -seorang ahli insinyur yang diundang Al-Fatih ke Adrianopel-, “Aku telah mengamati secara detail tembok di Konstantinopel. Aku tidak hanya akan memorakporandakan tembok itu dengan senjataku. Bahkan, tembok Babilonia pun akan hancur karenanya.”[10]
Tentu saja hal ini disambut gembira oleh Muhammad Al-Fatih. Impian untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah Saw (tentang takluknya Kontantiopel) sudah di depan mata. Maka dijalankanlah proyek tersebut. Dan senjata terbesar di dunia yang pernah ada pada masanya akhirnya berada dalam genggaman Muhammad Al-Fatih. Memiliki panjang 8,2 meter, diameter 76 cm, dengan berat 18,2 ton, meriam ini sanggup melontarkan bola besi padat berdiameter 70 cm dengan berat 680 kg sejauh 1,6 km.

Militer Hebat, Negara pun Kuat
“Pasukan Utsmaniy sangat cepat gerakannya,” ujar Bertrand de Broquiere –seorang pengembara asal Perancis-, “Seratus pasukan Kristen akan jauh lebih gaduh dari sepuluh ribu pasukan Utsmaniy. Tatkala genderang perang telah ditabuh, maka dengan segera mereka akan bergerak, mereka tidak akan berhenti melangkah hingga komando dikeluarkan. Mereka adalah pasukan yang terlatih. Dalam semalam mereka mampu melakukan tiga kali lipat perjalanan yang dilakukan oleh musuh-musuhnya orang-orang Kristen.”[11]

Kaum Muslim memang telah berhasil membangun angkatan bersenjata yang kuat dan pasukan yang terlatih. Walaupun tidak bisa dikatakan bahwa militer sebagai satu-satunya faktor penentu kemenangan di medan perang, tetapi ia merupakan salah satu sebab di antara sebab-sebab yang mengantarkan kepada kemenangan. Maka tak heran jika Rasul Saw sangat memperhatikan strategi perang, kekuatan pasukan, dan persenjataan di setiap peperangan. Dan selanjutnya juga menjadi perhatian para Khalifah pada masa sesudahnya.

Di masa Abbasiyah, sebagaimana yang dituturkan oleh Philip K. Hitti, “tentara kaum Muslim terdiri dari pasukan infanteri (harbiyah) yang bersenjatakan tombak, pedang dan perisai, pasukan panah (ramiyah) dan kavaleri (fursan) yang mengenakan pelindung kepala dan dada, serta bersenjatakan tombak dan kapak. Tiap pasukan pemanah membawa pelontar nafa (naffathun), mengenakan pakaian anti api dan melontarkan bahan mudah terbakar ke pasukan musuh.”[12]

Ibn Shabir al-Manjaniqi, seorang arsitek kondang pada masa an-Nashir (1180 – 1225), telah menulis sebuah buku tentang teknik dan seni peperangan. Pada masa itu juga, para arsitek telah membangun mesin pengepung, seperti katapul, pelontar, dan pendobrak.[13]

Tak hanya tangguh di darat, tentara kaum Muslim pun hebat di laut. Mu’awiyah adalah khalifah pertama yang melancarkan jihad melalui lautan. Kemudian pada masa Khalifah Abdul Malik, industri peralatan maritim untuk pertama kalinya dibangun di Tunisia.

“Dari sana, penaklukan atas Sisilia diberangkatkan,” demikian Ibnu Khaldun menceritakan dalam Muqaddimah-nya, “Dan pada masa itu pula ditaklukkan Qusharrat. Setelah itu di bawah Bani Ubaidi dan Bani Umayyah, armada Ifriqiyah dan Andalusia terus-menerus bergantian menaklukkan kota demi kota.”[14]

“Selama masa pemerintahan Daulah Islamiyah,” lanjut Ibnu Khaldun, “kaum Muslim menaklukkan seluruh sisi lautan. Kekuasaan dan dominasi mereka semakin luas. Bangsa Kristen tak dapat berbuat apa-apa terhadap armada kaum Muslim, di mana pun di laut Tengah. Sepanjang waktu, kaum Muslim mengarungi gelombang untuk menguasai semua semenanjung yang membujur di pantai Laut Tengah, seperti Mayorca, Minorca, Ibiza, Sardinia, Sisilia, Pantelleria, Malta, Crete, Cypus, dan semua provinsi Mediterranean Romawi dan Franka.” [15]

Penaklukan dan penyebaran Islam yang begitu massif bukanlah semata-mata karena militer yang kuat, tetapi faktor utama semua itu adalah ideologi Islam. Motivasinya pun bukan lantaran memburu ghanimah (harta rampasan perang) atau sumber daya alam. Semua wilayah yang akan ditaklukkan sama di mata kaum Muslim, baik kaya maupun miskin. Seperti Afrika Utara yang tak punya kekayaan apa pun, kaum Muslim dengan penuh keyakinan masuk ke sana dan menyebarkan Islam.

Sungguh, suatu saat nanti musuh-musuh Islam akan terperangah menyaksikan kekuatan kaum Muslim bangkit kembali. Mereka akan menggenggam Timur dan Barat sebagaimana orang-orang sebelum mereka. Islam akan masuk sedemikian cepat ke dalam setiap rumah dengan segenap kemuliaannya.

“Sungguh perkara agama ini,” demikian Rasul Saw mensabdakan dalam riwayat Imam Ahmad, “akan sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik di tengah penduduk kota atau di tengah penduduk kampung, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan yang dimuliakan dan kehinaan yag dihinakan; kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Allah menghinakan kekufuran.”[16]

Wallahu a’lam bi ash-showwab.Era Islam

Mensyukuri Nikmat

Pengajaran daripada Al-Hikam yang bermaksud :

Siapa yang tidak mengenal harga nikmat ketika adanya nikmat itu, maka ia akan mengetahui harga kebesaran nikmat itu setelah tidak adanya (lenyapnya).

Sariy Assaqathi berkata :
Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui..

Al-Fudhail bin Iyadh r.a berkata :
Tetapkanlah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang kembali..Sesungguhnya yang sangat mengetahui nikmat air itu , hanya orang yang benar-benar haus..

Rasulullah saw bersabda, Jika seseorang melihat pada orang yang lebih daripadanya kekayaan dan sihatnya, maka hendaklah juga melihat kepada orang yang lebih menderita daripadanya..

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda :
Lihatlah kepada orang-orang yang dibawahmu, dan jangan melihat pada orang yang di atasmu, maka yang demikian itu lebih tepat untuk tidak memperkecilkan / meremehkan nikmat yang diberikan Allah kepadamu..

Dan orang yang bahagia (untung) itu ialah yang dapat pengertian dengan pengalaman (daripada kejadian ) yang berlaku pada orang lain. Juga telah tersebut dalam pengajaran Al-Hikam : Siapa yang tidak mensyukurinya bererti membiarkannya hilang, dan siapa yang mensyukurinya bererti telah mengikat nikmat itu dengan tali ikatannya..

Insaf Dalam Menilai Setiap Insan



Dalam kehidupan ini kita akan bertemu dengan pelbagai ragam manusia. Setiap individu membawa pelbagai perwatakan. Kadang-kadang kita keliru dalam membuat penilaian. Keliru dalam menentu watak baik dan buruk. Ini disebabkan pada diri seseorang itu boleh terkumpul kedua unsur tersebut; unsur baik dan unsur buruk.

Jika kita melihat kepada seseorang insan pada unsur baik semata, tentu kita akan menilainya sebagai insan yang baik. Jika kita pula melihat di sudut yang buruk semata, maka pasti kita akan menilai sebagai insan yang buruk. Namun, jika kita melihat kedua unsur itu secara seimbang dan adil, pasti kita akan dapat membuat kesimpulan yang betul.


Insan apabila berbalah, atau bertelingkah mereka sering menonjolkan unsur buruk mengenai musuh mereka. Enggan mereka menyebut kebaikan yang ada, sekalipun itu terang dan jelas. Kita boleh lihat akhlak orang-orang politik hari ini apabila mereka bertelingkah. Enggan mengiktiraf sumbangan pihak lain hanya kerana perbezaan politik yang ada.
Demikian juga dalam kehidupan, ramai yang enggan mengiktiraf kebaikan pihak yang dibenci sekalipun nyata kebaikannya. Ini adalah sifat yang tidak munsif atau kita sebut tidak insaf. Perkataan insaf di sini bukan seperti yang kita faham iaitu menyesal. Sebaliknya bermaksud sesuatu yang berada di tengah; tidak melampau dan tidak terkurang. Inilah arahan Allah kepada kita.
Dalam urusan jual beli, kita diharamkan mengurangkan hak orang lain, apatah lagi dalam urusan nilai dan harga diri orang lain yang lebih bermakna dari timbangan makanan dan barang, lebih utamalah untuk kita memastikan hak orang lain tidak dikurangkan. Firman Allah: (maksudnya):
“Jangan kamu kurangkan manusia apa yang menjadi hak-haknya (Surah Hud: 85).
Timbangan Amalan


Allah Tuhan Yang Maha Adil tidak menetap bahawa hanya orang tidak berdosa sahaja yang masuk syurga. Tidak juga menyatakan bahawa setiap yang ada dosa akan memasuki neraka. Sebaliknya al-Quran menyatakan bahawa seseorang ditimbang amalan baik dan buruknya. Maka, sesiapa yang amalan baiknya melebihi amalan buruknya, maka dia berjaya. Begitulah sebaliknya; sesiapa yang amalan buruknya melebihi amalan baiknya, maka tempatnya neraka. Firman Allah (maksudnya):
“adapun orang yang berat timbangannya (amalan baik), maka dia berada dalam kehidupan yang senang lenang. Sesiapa yang ringan timbangannya (amalan baik), maka tempat kembalinya ialah “Haawiyah”, Dan apa jalan engkau dapat mengetahui, apa dia “Haawiyah” itu? (Haawiyah itu ialah): api yang panas membakar” (Surah al-Qariah 6-11).
Setelah Allah menetapkan demikian, bagaimana mungkinkah kita ingin memutus hanya insan yang tidak berdosa sahaja yang layak untuk diiktiraf sebagai insan yang baik?! Sebaliknya, insan yang baik itu ialah seseorang yang amalan baiknya melebihi amalan buruknya.
Semua Berdosa


Sabda Nabi s.a.w:
“Semua anak Adam itu melakukan kesalahan. Sebaik-baik pelaku kesalahan itu ialah mereka yang bertaubat” (Riwayat Ahmad, al-Tirmizi dan Ibn Majah/ dihasankan oleh al-Albani).
Justeru, setiap kita tidak sunyi dari kesalahan. Tiada siapa pun dalam kalangan kita yang boleh mendakwa bahawa dirinya suci dari dosa dan noda. Cuma beza antara orang baik dan yang buruk, seorang baik itu memohon keampunan dari Allah dan berusaha membaiki diri. Sementara orang yang buruk keras kepala dengan dosanya, tidak kesal dan tidak memohon keampunan.
Menyedari hakikat ini, maka jangan kita hina manusia disebabkan sesuatu dosa, tetapi lihat bagaimana sikap dirinya terhadap dosa tersebut. Allah tidak pernah menjadikan orang yang berdosa kecewa, sebaliknya sentiasa membuka pintu untuk mereka kembali kepadaNya. Firman Allah: (maksudnya):
“Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan dosa), janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, kerana sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa; sesungguhnya Dialah jua Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah al-Zumar: 53).
Jahat Tak Menafikan Baik


Dalam diri insani boleh terkumpul dua unsur yang berlainan pada satu masa yang sama; kebaikan juga kejahatan. Apabila kita berbicara soal kejahatannya, janganlah sampai kita lupa unsur kebaikan yang ada sehingga kita memadamkan baiknya dan menghukumnya melebihi kadar yang patut. Hal ini pernah Rasulullah s.a.w bantah terhadap perkataan sesetengah sahabat yang melaknat seorang peminum arak dalam kalangan mereka. Dalam hadis al-Imam al-Bukhari, Rasulullah s.a.w mengajar kita hakikat ini.
“Seorang lelaki bernama ‘Abdullah, digelar ‘himar’ (kaldai). Dia pernah menyebabkan Rasulullah s.a.w ketawa. Juga pernah Nabi s.a.w. menyebatnya (menjatuhkan hukuman) disebabkan kesalahan meminum arak. Pada suatu hari dia ditangkap lagi (disebabkan kesalahan meminum arak), maka baginda pun menghukum lalu dia disebat. Seorang lelaki berkata: “Ya Allah! Laknatilah dia, alangkah kerap dia ditangkap”. Lantas Nabi s.a.w pun bersabda: “Jangan kamu semua melaknatinya! Demi Allah apa yang aku tahu dia mencintai Allah dan RasulNya”. (Riwayat al-Bukhari).
Walaupun dia minum arak, itu satu dosa yang besar, namun dalam masa yang sama Rasulullah s.a.w tidak menafikan unsur cintakan Allah dan Rasul yang wujud dalam diri. Bahkan Nabi s.a.w mempertahankan kelebihannya itu. Kita lebih wajar demikian. Jangan kerana melihat sesuatu dosa, sekalipun besar, kita menafikan unsur kebaikan lain yang ada pada diri seseorang.


Diri Sendiri


Jika setiap kita merenung kepada dirinya sendiri secara insaf, dia akan tahu dia juga banyak kesalahan dan dosa. Jika tidak dosa zahir, dosa batin; niat dan jiwa yang buruk seperti hasad, buruk sangka, takabur, riyak dan lain-lain. Jika tidak dosa pada perbuatan, dosa pada perkataan seperti mengumpat, memfitnah, menuduh, menjadi ‘batu-api’ dan pelbagai lagi.
Dosa-dosa batin dan perkataan ini kadang kala jauh lebih besar di sisi Allah daripada dosa-dosa peribadi seperti minum arak dan zina. Namun kita sering memandang ringan sedang ia besar. Firman Allah (maksudnya):
“ketika kamu menerima berita dusta itu dengan lidah kamu, dan memperkatakan dengan mulut kamu sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; dan kamu pula menyangka ianya perkara kecil, pada hal di sisi Allah adalah perkara yang besar dosanya”. (Surah an-Nur: 15).
Setiap kita juga ada rahsia keaiban yang tersendiri. Hanya kerana rahmat Allah masih tertutup keaiban itu. Kita berjalan dengan bangga di hadapan khalayak ramai serta merasakan diri suci. Sebenarnya, dalam banyak hal kita tidak suci, cumanya dosa kita tidak didedahkan kepada manusia. Kata al-Imam Ahmad dengan linangan airmata ketika dia dimuliakan: “Kami ini kesian. Jika tidak kerana tutupan Allah, nescaya akan terdedah aib kami”. Demikian tawaduknya imam yang agung itu.
Namun kita, lantaran merasakan diri suci, kita menghukum dan menilai dosa peribadi orang lain berlebihan sehingga seakan kita sunyi dari kesalahan. Dengan satu dosa sahaja, kita dedah dan hina seseorang dengan apa yang Allah sendiri tidak hina sedemikian rupa. Nabi s.a.w memberikan amaran:
“..jangan kamu mencari-cari keaiban orang muslim kerana sesiapa yang mencari keaiban orang muslim Allah akan mendapatkan keaibannya. Sesiapa yang Allah dapat keaibannya, maka didedahkan sekalipun dalam rumahnya”. (Riwayat Ahmad dan Abu Daud/ disahihkan al-Albani)
Seimbang


Islam menyuruh kita adil dalam semua perkara termasuk dalam membuat penilaian terhadap seseorang. Adil terhadap setiap pihak walaupun pihak kita benci dan bermusuhan. Allah menyebut (maksudnya):
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu semua sentiasa menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran; dan jangan sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan. Hendaklah kamu berlaku adil (kepada sesiapa jua) kerana sikap adil itu lebih hampir kepada taqwa”. (Surah al-Maidah: 8).
Al-Imam Muhibb al-Din al-Khatib menyebut:
“Kita kaum muslimin tidak beriktikad kemaksuman seseorang selepas Rasulullah s.a.w. Sesiapa sahaja yang mendakwa kemaksuman seseorang selepas Rasulullah s.a.w maka dia berdusta. Insan itu tetap insan. Terbit darinya apa yang terbit dari insan. Maka, ada padanya kebenaran dan kebaikan. Ada juga padanya kebatilan dan kejahatan. Boleh jadi kebenaran dan kebaikan pada insan tertentu dalam lingkungan yang luas, maka dia dinilai dalam kalangan ahli kebenaran dan kebaikan. Ini tidak menghalang untuk terjadi kepadanya beberapa kesilapan. Boleh jadi kebatilan dan kejahatan pada insan yang lain dalam lingkungan yang luas, maka dia dinilai dalam kalangan ahli kebatilan dan kejahatan. Ini tidak menghalang untuk tercetus dari beberapa cetusan kebaikan pada waktu-waktu tertentu.
Wajib kepada sesiapa yang berbicara mengenai ahli kebenaran dan kebaikan, jika dia tahu mereka ada beberapa kesilapan, janganlah dia rosakkan kebenaran dan kebaikan mereka yang banyak itu. Janganlah dipadamkan segala kebenaran dan kebaikan disebabkan kesalahan-kesalahan tersebut. 
Wajib pula kepada sesiapa yang berbicara mengenai ahli kebatilan dan kejahatan, jika dia tahu ada beberapa cetusan kebaikan mereka, janganlah dia kelirukan orang ramai bahawa mereka itu dalam kalangan golongan yang soleh hanya kerana amalan kebaikan mereka yang jarang dan ganjil itu”. (Tahqiq al-‘Awasim min al-Qawasim, m/s 47. Beirut: Dar al-Jail).


Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By Blogger Widgets


TUHANKU,AKULAH HAMBA YANG BODOH DALAM ILMU PENGETAHUAN KU INI,MAKA BAGAIMANA TAKKAN BODOH LAGI DALAM HAL-HAL YANG AKU MASIH BODOH LAGI DALAM HAL-HAL YANG AKU MASIH BODOH TIDAK MENGETAHUINYA.

air

TUHANKU, AJARKAN AKU DARI ILMU YANG LANGSUNG DAN MASIH TERSEMBUNYI DIDALAM PERBENDAHARAANMU DAN PELIHARALAH AKU DENGAN RAHSIA NAMAMU YANG TERPELIHARA.
TUHANKU, KELUARKANLAH AKU DARI KERENDAHAN DIRIKU(nafsuku)DAN BERSIHKAN AKU DARI KERAGUAN DAN SYIRIK SEBELUM MASUK KE LUBANG KUBURKU,BEBASKAN DIRIKU DARI TAWANAN HAWA NAFSUKU SERTA BERIKAN DAKU KEYAKINAN YANG DAPAT MENGHILANGKAN SEGALA RAGU DAN KESYIRIKKAN.
TUHANKU,BAGAIMANA AKAN DIHARAPKAN SESUATU SELAIN ENGKAU,PADAHAL ENGKAU TIDAK PERNAH MERUBAH KEBIASAAN PERTOLONGAN DAN KEBAIKKANMU DAN BAGAIMANA AKAN DIMINTA SELAIN DARI ENGKAU SEDANGKAN ENGKAU TIDAK PERNAH MERUBAH KEBIASAAN MEMBERI KURNIA.
TUHANKU,HARAPAN KU TIDAK PERNAH PUTUS DARIMU MESKI PUN AKU TELAH BERBUAT DOSA MAKSIAT, DEMIKIAN PULA RASA TAKUT KU PADAMU TIDAK HILANG MESKIPUN AKU TELAH TAAT DAN PATUH PADAMU.
TUHANKU,ENGKAULAH TUHAN YANG TIDAK ADA TUHAN KECUALI ENGKAU.


Hadits shahih, riwayat Abu Dawud no.2118, an-Nasa-I III/104-105, ad-Darimi II/142, Ahmad I/392-393, 432, ‘Abdurrazzaq no. 10449, ath-Thayalisi no. 338, al-Hakim II/182-183, al-Baihaqi VII/146 dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radiyallahuanhu. (Lihat Kutaib Khuthbatul Haajah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rahimullah).

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Rasulullah Shallallah alaihi wa sallam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di sekelilingmu tersenyum.
Jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis.
Dunia ini umpama lautan yang luas. Kita adalah kapal yang belayar dilautan telah ramai kapal karam didalamnya..andai muatan kita adalah iman,dan layarnya takwa,nescaya kita akan selamat dari tersesat di lautan hidup ini.
Dari Hatim Al-Asom yang bermaksud:
Empat perkara yang hanya diketahui oleh empat jenis orang akan nilainya iaitu:
1. Nilai masa muda hanya diketahui oleh orang tua-tua.
2. Nilai kedamaian hanya diketahui oleh orang yang pernah ditimpa bencana.
3. Nilai kesihatan hanya diketahui oleh orang-orang sakit.
4. Nilai kehidupan hanya diketahui oleh orang-orang yang telah mati.
http://1.bp.blogspot.com/_vW1GG83Zr1U/SfXxhEwt2cI/AAAAAAAACjc/zNWg4-Bw5U4/s400/qaradawi.jpg
"Menggunakan internet untuk menyampaikan maklumat Islam,menyampaikan suara Islam dan memperlihatkan Islam merupakan satu jihad utama"Petikan Daripada Kitab Fikhul Jihad Karangan Prof.Dr.Sheikh Yusuf Al-Qardhawi
Search in the Quran
Search in the Quran:
in
Download Islamic Softwares FREE | Free Code
www.SearchTruth.com
Search in the Hadith
Search: in
Download Islamic Softwares FREE | Free Code
www.SearchTruth.com
atau,
Search in the Hadith
Search:
in
Download | Free Code
www.SearchTruth.com
10. Widget Pencarian ayat dan hadits Kodenya:
Search in Quran and Hadith

2 Pictures, Images and Photos
KLIK MONITOR UNTUK TV LIVE

 

Powered by BannerFans.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Image by FlamingText.com
Image by FlamingText.com > Apabila manusia memuliakanmu kerana harta dan kuasa, maka janganlah engkau berbangga kerana kemuliaan tadi akan hilang apabila hilang kedua-duanya. Akan tetapi hendaklah hendaklah engkau berbangga sekiranya manusia memuliakan mu kerana agama atau tingkah laku mu yang baik.

عن أبي جعفر عليه السلام قال: الصلاة عمود الدين، مثلها كمثل عمود الفسطاط إذا ثبت العمود ثبتت الاوتاد والاطناب، وإذا مال العمود وانكسر لم يثبت وتد ولا طنب.


Dari Abi Ja’far as berkata:


“Shalat adalah tiang agama, perumpamaannya seperti tiang kemah, bila tiangnya kokoh maka paku dan talinya akan kokoh, dan bila tiangnya miring dan patah maka paku dan talinya pun tidak akan tegak.”

قال النبي صلى الله عليه واله: علم الإسلام الصلاة فمن فرغ لها قلبه وحافظ عليها بحدها ووقتها وسننها فهو مؤمن.

“Bendera Islam adalah shalat, maka barangsiapa memberikan hatinya untuknya dan menjaganya dengan batasan dan waktunya serta sunah-sunnahnya maka ia adalah seorang mukmin (hakiki).”

قال النبي صلى الله عليه واله: موضع الصلاة من الدين كموضع الرأس من الجسد.

Rasulullah saw bersabda:

“Kedudukan shalat dari agama adalah seperti kedudukan kepala dari badan.”